Langsung ke konten utama

Beberapa Ciri Khusus Aswaja An-Nahdliyah


Ketua Aswaja NU Center Jombang, Ustadz Yusuf Suharto menjelaskan bahwa Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) an-Nahdliyah memiliki ciri khusus (khas) tersendiri. Ciri tersebut sebagai pembeda antara penganut Aswaja dari lainnya.

Di antara ciri-ciri khas tersebut, Yusuf menyebutkan yang pertama adalah secara teologis meyakini bahwa Allah tidak menyerupai segala sesuatu, ada tanpa tempat dan arah, Mahasuci dari bentuk dan ukuran, dan tidak dapat dibayangkan.

Terkait sejumlah ayat tentang tuhan di Al-Qur'an atau yang biasa disebut ayat mutasyabbihat (maknanya masih samar), Aswaja memakai metode tafwidl atau takwil. Ayat-ayat tersebut tidak boleh diartikan dan dipahami secara tekstual, melainkan harus ditafsiri dengan metode-metode tersebut.

Ciri yang kedua meyakini bahwa Allah adalah Pencipta segala sesuatu. Ketiga tidak mengafirkan seorang muslim dengan sebab dosa besar yang ia lakukan selama ia tidak menghalalkannya (meyakini kehalalannya).

Sementara yang keempat, lanjut dia, adalah meyakini bahwa Nabi Muhammad adalah Nabi dan Rasul yang terakhir. Kelima, Mengagungkan para sahabat Nabi secara keseluruhan, lebih-lebih khulafaur Rasyidin. Kemudian ciri yang terakhir meyakini bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan diridhai Allah.

Ahlussunnah wal Jama’ah adalah golongan yang senantiasa berpedoman pada ajaran Rasulullah dan para sahabat, dan selalu menjadi kelompok mayoritas di setiap masa. "Dalam‬ masalah akidah, Aswaja mengikuti madzhab Imam Abul Hasan al-Asy’ari dan Imam Abu Manshur al-Maturidi," katanya, Ahad (31/72016).

"Pada saat ini, Ahlussunnah wal Jama’ah dikenal dengan sebutan Asy’ariyyah (para pengikut Imam Abul Hasan al-Asy’ari) dan Maturidiyyah (para pengikut Imam Abu Manshur al-Maturidi)," imbuhnya.

Di samping itu, golongan yang beraswaja tersebut sudah digambarkan oleh Nabi Muhammad SAW, yaitu kelompok yang diistimewakan dengan memperoleh balasan surga di antara kelompok-kelompok yang lain.

"Rasulullah mengabarkan kepada kita bahwa umatnya akan terpecah belah menjadi 73 golongan. Sebanyak 72 di antaranya berhak masuk neraka, dan satu golongan akan masuk ke dalam surga, yang kemudian dikenal sbg Ahlussunnah wal Jama’ah," pungkasnya.

 Sumber: www.nu.or.id

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fikih Sebagai Etika Sosial, Bukan Hukum Positif Negara

Masih ingatkah kita saat mantan Ketua MK yang mengusulkan koruptor untuk dipotong jarinya? Belakangan beliau tertangkap tangan oleh KPK menerima suap. Masih ingatkah kita dengan anggota DPRD DKI yang berniat maju di Pilkada dengan program menegakan Syariat Islam di Ibukota negara kita? Belakangan KPK juga menangkap yang bersangkutan atas uang suap yang diterimanya. Dan masih banyak lagi contoh miris yang dipertontonkan para “begundal” bertopeng “malaikat” negeri ini yang merusak citra agama, dengan visi misi Islam yang membawa rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil-alamin).   Formalisasi hukum Islam meresahkan banyak pihak. Di internal umat Islam, formalisasi hukum Islam terjadi perdebatan panjang yang tidak tuntas sampai sekarang. Kalangan Islam formalis beralasan, jika hukum Islam menjadi hukum formal maka ada kekuatan pemaksaan dalam aplikasi hukum Islam dalam kehidupan sosial. Namun kalangan substansialis beralasan jika hukum Islam menjadi hukum positif ...

Hoax dan Kaum Sumbu Pendek di Medsos

Aku tertarik dengan ucapan seorang filsuf Karl Raimund Popper, “Realitas merupakan dunia ketiga, dunia yang berisikan pikiran manusia dan produk pikiran manusia”. Jadi, tidak mengherankan kalau saat ini kita lihat Indonesia termasuk salah satu produsen dan konsumen kabar bohong alias hoax terbesar di dunia. Berkaca dari pengguna media daring dan media sosial, tempat virus berbahaya itu mula-mula menyebar tanpa terkendali.  Sumber terakhir dari Kementrian Komunikasi dan Informatika RI, awal 2016 terdapat tidak kurang dari 800 ribu situs yang diduga menjadi produsen virus hoax , berita palsu, dan ujaran kebencian.  Dan itu belum termasuk dari status pribadi yang ada di media sosial. Melihat dari minat baca masyarakat kita yang sangat-sangat rendah, sehingga jangankan selektif untuk mencari kebenarannya atau mengklarifikasi, alih-alih itu bukan kebiasaan bagi mereka yang tidak terbiasa menggunakan akal sehat.  Meminjam istilah yang belum lama ini dikemukan Ja...