Langsung ke konten utama

Postingan

Beberapa Ciri Khusus Aswaja An-Nahdliyah

Ketua Aswaja NU Center Jombang, Ustadz Yusuf Suharto menjelaskan bahwa Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) an-Nahdliyah memiliki ciri khusus (khas) tersendiri. Ciri tersebut sebagai pembeda antara penganut Aswaja dari lainnya. Di antara ciri-ciri khas tersebut, Yusuf menyebutkan yang pertama adalah secara teologis meyakini bahwa Allah tidak menyerupai segala sesuatu, ada tanpa tempat dan arah, Mahasuci dari bentuk dan ukuran, dan tidak dapat dibayangkan. Terkait sejumlah ayat tentang tuhan di Al-Qur'an atau yang biasa disebut ayat mutasyabbihat (maknanya masih samar), Aswaja memakai metode tafwidl atau takwil . Ayat-ayat tersebut tidak boleh diartikan dan dipahami secara tekstual, melainkan harus ditafsiri dengan metode-metode tersebut. Ciri yang kedua meyakini bahwa Allah adalah Pencipta segala sesuatu. Ketiga tidak mengafirkan seorang muslim dengan sebab dosa besar yang ia lakukan selama ia tidak menghalalkannya (meyakini kehalalannya). Sementara yang keempat...
Postingan terbaru

Hoax dan Kaum Sumbu Pendek di Medsos

Aku tertarik dengan ucapan seorang filsuf Karl Raimund Popper, “Realitas merupakan dunia ketiga, dunia yang berisikan pikiran manusia dan produk pikiran manusia”. Jadi, tidak mengherankan kalau saat ini kita lihat Indonesia termasuk salah satu produsen dan konsumen kabar bohong alias hoax terbesar di dunia. Berkaca dari pengguna media daring dan media sosial, tempat virus berbahaya itu mula-mula menyebar tanpa terkendali.  Sumber terakhir dari Kementrian Komunikasi dan Informatika RI, awal 2016 terdapat tidak kurang dari 800 ribu situs yang diduga menjadi produsen virus hoax , berita palsu, dan ujaran kebencian.  Dan itu belum termasuk dari status pribadi yang ada di media sosial. Melihat dari minat baca masyarakat kita yang sangat-sangat rendah, sehingga jangankan selektif untuk mencari kebenarannya atau mengklarifikasi, alih-alih itu bukan kebiasaan bagi mereka yang tidak terbiasa menggunakan akal sehat.  Meminjam istilah yang belum lama ini dikemukan Ja...

Ujian Kebhinekaan dan Kesepakatan Bangsa

Hiruk pikuk di media sosial maupun media arus utama belakangan ini, tidak jauh dari rasa curiga antar sesama anak bangsa, rasa toleransi yang mulai memudar, serta merasa kelompoknya paling benar dan memaksakan kehendak. Banyak yang memakai cara-cara menyampaikan pendapat maupun kritikan yang jauh dari etika dan budaya bangsa yang luhur. Belum lagi, masih ada orang-orang tidak tahu diri mengotak-atik kesepakatan ( social society ) pendiri bangsa ini, yakni ideologi Pancasila yang sudah final. Jika fenomena ini dibiarkan, tinggal menunggu waktu hancurnya keindonesiaan kita.   Dinamika kehidupan berbangsa dewasa ini memasuki babak baru namun sebenarnya tidak jauh dari persoalan-persoalan yang telah lalu. Kita seperti sebuah bangsa yang tidak pernah belajar dari pengalaman-pengalaman yang telah mengiringi jatuh bangunnya bangsa ini, tanpa mengambil manfaat dari pengorbanan tragedi-tragedi kelam itu.  Konflik SARA yang pernah terjadi di masa lalu menjadi pelajaran amat berha...

Fikih Sebagai Etika Sosial, Bukan Hukum Positif Negara

Masih ingatkah kita saat mantan Ketua MK yang mengusulkan koruptor untuk dipotong jarinya? Belakangan beliau tertangkap tangan oleh KPK menerima suap. Masih ingatkah kita dengan anggota DPRD DKI yang berniat maju di Pilkada dengan program menegakan Syariat Islam di Ibukota negara kita? Belakangan KPK juga menangkap yang bersangkutan atas uang suap yang diterimanya. Dan masih banyak lagi contoh miris yang dipertontonkan para “begundal” bertopeng “malaikat” negeri ini yang merusak citra agama, dengan visi misi Islam yang membawa rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil-alamin).   Formalisasi hukum Islam meresahkan banyak pihak. Di internal umat Islam, formalisasi hukum Islam terjadi perdebatan panjang yang tidak tuntas sampai sekarang. Kalangan Islam formalis beralasan, jika hukum Islam menjadi hukum formal maka ada kekuatan pemaksaan dalam aplikasi hukum Islam dalam kehidupan sosial. Namun kalangan substansialis beralasan jika hukum Islam menjadi hukum positif ...

Ustadz Standar Ganda Bukan Standar Janda

Seperti biasa, hari ini aku berjalan menyusuri stan para penjual makanan dan minuman buka puasa di sebuah pasar Ramadhan. Tentu saja aku bukan sedang bercerita berada di Jerman, Prancis, Italia, Spanyol, atau Inggris. Tetapi di kota kebanggaanku, Kota Pekanbaru, kota di mana aku hanya ingin kembali untuk sekadar menghangatkan tubuh di balik selimut dan hangatnya kopi luwak sachet. Sederet nama-nama negara Barat yang kusebut tadi, adalah negara impianku, aku ingin suatu saat ke sana. Dan impian itu masih tetap terjaga di lubuk hatiku. Bagaimana dengan Mekah, Madinah, Istanbul, Kairo, Taheran, Islamabad, Baghdad, Maroko, Al-Jazair, dan beberapa tempat di dunia Islam lainnya? Tentu saja itu juga harapanku untuk dapat menelusuri jalanannya dan bertemu masyarakatnya, yang notabene saudaraku seiman dalam indahnya Islam.  Jadi, begini, jika aku menceritakan kekagumanku terhadap negara-negara Barat, bukan berarti aku lantas menjadi seoarang pemuja Barat yang fanatik dan me...